“Dan apabila aku sakit. Dialah (Allah) yang menyembuhkanku” (As Syu’araa: 80)
Slide 1 Code Start -->

ODHA dengan Infeksi Oportunis : Dermatitis Kronis dan SGB

Perbaikan yang begitu cepat hanya dalam waktu 1 bulan pengobatan. Alhamdulllah

Control Keberadaan Virus HIV

Sangat penting di lakukan Kontrol VL selama Pengobatan Kami

Rasulullah ï·º
“Setiap penyakit ada obatnya, dan bila telah ditemukan dengan tepat obat suatu penyakit, niscaya akan sembuh dengan izin Allah”
Tampilkan postingan dengan label saran. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label saran. Tampilkan semua postingan

Bagaimana menafsirkan hasil tes viral load

Tes VIRAL LOAD ( VL) dilakukan pada seseorang yang telah tes anti HIV POSITIF , hasilnya menunjukkan berapa banyak virus hadir dalam aliran darah seseorang. hasil pemantauan viral load test memungkinkan dokter untuk mengetahui apakah pengobatan yang mereka gunakan untuk mencegah virus berkembang biak efektif .
instruksi
  1. Mendidik diri sendiri tentang hasil tes viral load dan apa yang mereka maksud . tempat yang bagus untuk memulai adalah artikel " viral load HIV , " diposting di tes laboratorium online. lihat bagian sumber daya di bawah untuk link .
  2. Ingat ketika Anda menafsirkan tes viral load , Anda ingin melihat persis kebalikan dari apa yang Anda ingin melihat pada tes sel - t . Anda ingin viral load turun . ini menunjukkan bahwa virus ini tidak mereplikasi dirinya sendiri dengan cepat. Anda ingin nomor Anda - sel t , yang merupakan sel-sel tempur dalam sistem kekebalan tubuh , untuk naik .
  3. Mengharapkan dokter Anda untuk menguji viral load Anda segera setelah diagnosis , dalam waktu delapan minggu memulai pengobatan , dan setiap tiga sampai enam bulan setelah itu . ini memungkinkan mereka untuk tetap menutup mata pada apakah virus ini terus membuat salinan dari dirinya sendiri dan menyebar , atau apakah virus telah berhenti mereplikasi dirinya sendiri dan tidak aktif .
  4. Menyadari bahwa memiliki " tidak terdeteksi " viral load tidak berarti bahwa Anda telah sembuh . itu hanya berarti bahwa tingkat virus dalam darah sangat rendah sehingga tes tidak cukup sensitif untuk menemukannya . memiliki " tidak terdeteksi " viral load adalah berita yang sangat baik , tetapi penting untuk diingat untuk terus mengikuti diresepkan rejimen obat Anda .
  5. Meminta kantor dokter Anda untuk salinan hasil tes viral load yang telah diambil . ini akan memungkinkan Anda untuk memonitor dan menafsirkan proses penyakit Anda .
  6. Bersikap tegas ketika meminta dokter Anda untuk menafsirkan hasil tes yang Anda tidak mengerti  karena dokter cenderung untuk meletakkan segala sesuatu dalam istilah medis , Anda mungkin perlu mengajukan banyak pertanyaan sampai Anda yakin Anda memahami apa yang dokter Anda memberitahu Anda . jika dokter Anda bertindak terburu-buru , terburu-buru , atau jengkel dengan pertanyaan Anda , atau jika ia tidak dapat menjelaskan hasil tes memadai , mungkin sudah saatnya untuk mencari dokter baru .


TIPS dan PERINGATAN
Hasil tes viral load biasanya sangat tinggi ketika Anda pertama kali terinfeksi . sebagai sistem kekebalan tubuh Anda mencoba untuk melawan virus, viral load perlahan-lahan turun , kemudian mulai naik lagi karena perlahan-lahan merusak sistem kekebalan tubuh .

kebanyakan obat HIV saat ini diarahkan untuk mengganggu kemampuan virus untuk bereproduksi , sehingga viral load anda seharusnya turun setelah Anda mulai menerima pengobatan .

bahkan jika Anda viral load adalah " tidak terdeteksi , " Anda masih bisa menularkan HIV kepada pasangan seksual selama hubungan seks tanpa kondom dan kepada siapa pun dengan siapa Anda berbagi jarum suntik saat menggunakan narkoba . jika Anda seorang ibu , Anda juga bisa tetap memberikan bayi Anda virus melalui plasenta , selama kelahiran , dan sementara menyusui . akhirnya , meskipun petugas kesehatan harus mengambil tindakan pencegahan universal, itu adalah ide yang baik untuk menyebutkan status positif HIV Anda kepada siapa pun yang datang ke dalam kontak dengan cairan tubuh Anda . 
sumber : http://dokterlim.blogspot.com/2014/04/bagaimana-menafsirkan-hasil-tes-viral.html

HUBUNGAN PENGOBATAN ALTERNATIF DAN PENGOBATAN MEDIS ODHA

Mohammad Kurniawan

Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan pihak medis atau dokter mampu menyelamatkan lebih dari 3 juta nyawa di dunia pada tahun 2025 jika menawarkan obat AIDS kepada pengidap HIV lebih cepat, segera setelah mereka diketahui positif mengidap virus mematikan itu. Hal ini tentu memberikan harapan yang lebih nyata terhadap pengobatan HIV/AIDS dari pada pengobatan alternatif yang banyak ditawarkan kepada masyarakat di Indonesia oleh pihak tertentu. Namun patut disayangkan pengobatan alternatif tersebut masih menggunakan sebuah metode yang tanpa didasari penelitian mengenai efektifitas terhadap penyembuhan pada penderita HIV/AIDS atau bisa kita sebut ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS) terlebih dahulu. Bisa dibayangkan jika itu terjadi maka selain membuang-buang waktu dan biaya dengan sesuatu yang tidak bisa dipercaya tanpa didasari dengan penelitian juga dapat membahayakan nyawa dari penderita karena penanganan yang tidak tepat.


Satu-satunya obat yang saat ini dipercaya sebagai obat dari HIV/AIDS adalah Obat antiretroviral (ARV) yang telah dikenal luas sebagai obat yang dapat menghambat perkembangan penyakit HIV/AIDS. Obat ini memang tidak menyembuhkan, tetapi setidaknya dapat memperpanjang harapan hidup penderita dan tetap bisa beraktivitas normalnya tanpa digerogoti kondisi sakitnya. Di Indonesia kita kenal 2 jenis regimen terapi ARV yang sering kita kenal dengan Terapi Lini Pertama dan terapi Lini Dua. Standar dalam menjalani pengobatan setidaknya menggunakan 3 jenis obat dari 2 golongan obat yang berbeda, Pengobatan dengan menggunakan 3 jenis obat sering sekali disebut dengan HAART (Highly Active Antiretroviral Therapy). Tujuan dari pengobatan ini adalah untuk menekan replikasi HIV dalam tubuh manusia. ARV sangat efektif untuk menekan angka kematian dan kesakitan pada orang dengan HIV sehingga dengan mengkonsumsi ARV dengan benar maka dapat meningkatkan kualitas hidup Orang dengan HIV. ARV di Indonesia sudah ada sejak tahun 2006. Obat-obatan antiretroviral ini mendapatkan subsidi dari pemerintah, sehingga ODHA tidak perlu membayar untuk mendapatkannya. Obat ini sendiri sejak tahun 2006 telah mampu diproduksi di dalam negeri dalam bentuk generik. Meski tidak bisa dipungkiri bahwa jenis obat ARV yang telah mampu diproduksi di dalam negeri masih sangat terbatas dan untuk beberapa jenis lainnya masih dimport. Hasil dari program obat ARV bersubsidi ini adadalah menurunya angka kematian akibat HIV di Indoenesia. Jika semula angka kematian di Indonesia dapat mencapai 42 persen, maka belakangan angka kematian akibat HIV dapat ditekan menjadi di bawah 5 persen. Angka kematian ini masih dapat ditekan lagi sekiranya HIV ditemukan lebih dini dan ODHA cepat mengkonsumi ARV. Beberapa terapi pendukung lainnya yang memang penting dalam membantu meningkatkan derajat kesehatan ODHA khususnya adalah suplemen-suplemen yang bertujuan meningkatkan kekebalan tubuh manusia. 


Saat ini penelitian mengenai obat yang benar-benar dapat menyembuhkan ODHA telah banyak dilakukan diberbagai penjuru dunia tidak terkecuali di Indonesia. Hal ini tidak dapat dipungkiri karena perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan yang berjalan dengan pesat membuat penelitian untuk pengobatan HIV/AIDS semakin beragam, bahkan banyak yang sudah mengklaim telah menemukan obat untuk penyakit ini. Salah satu contoh penelitian yang ada di Indonesia adalah penelitian yang dilakukan oleh Pusat Studi Perlebahan Lembaga Penyakit Tropis Universitas Airlangga (LPT Unair), Surabaya yang melakukan uji klinis dengan menggabungkan terapi propolis atau air liur dan racun lebah dilakukan secara simultan dengan ARV. Rusia oleh Ilmuwan dari Vector Institute, Novosibirsk, Rusia, juga mengklaim telah menemukan pengobatan potensial untuk HIV/AIDS (human immunodeficiency virus/acquired immune deficiency syndrome). Pengobatan ini ada pada jamur yang disebut Chaga. Dalam riset yang dilakukan, para ilmuwan memilih 82 jenis dari 33 tipe jamur yang tumbuh di barat daya Siberia. Hasilnya, jamur Chaga menunjukkan spektrum paling luas sebagai antiretroviral. Denmark, Amerika, dan Nigeria masing-masing juga telah mengklaim telah menemukan titik terang mengenai obat yang bisa digunakan untuk pengobatan penyakit HIV/AIDS hingga benar-benar sembuh. Jika klaim yang para peneliti sebutkan tersebut nyata dan berhasil maka akan menjadi sebuah pencapaian besar dalam penanggulangan wabah penyakit ini. 


Dunia pengobatan alternatif HIV/AIDS yang ada di Indonesia juga tidak kalah dengan pencapaian dunia medis dan boleh dibilang cukup berani menjanjikan kesembuhan bagi para penderita penyakit ini. Mengingat untuk para ilmuan yang ahli dan menggunakan teknologi canggih saja masih dipertanyakan dan perlu pembuktian mengenai efektifitas temuanya. Menjadi sebuah tanda tanya karena pengobatan alternatif yang selama ini beredar di Indonesia sudah berani menjanjikan kesembuhan bagi ODHA. Boleh percaya atau tidak, Namun perlu diingat bahwa jika ingin melakukan pengobatan alternatif harus dengan pertimbangan yang cukup, dan jangan hanya memperhatikan aspek karena sudah bosan dalam menjalani pengobatan menggunakan ARV dan tergiur janji akan kesembuhan yang ditawarkan dengan segera, namun keamanan dan metode penyembuhan juga harus kita perhatikan. Satu cara yang lebih bijak adalah dengan mengkonsultasikan rencana ini dengan dokter terlebih dahulu. Pengobatan alternatif umumnya adalah dengan metode pengobatan herbal, dari segi efek samping umumnya memang akan menimbulkan efek yang lebih aman dari pada pengobatan dengan menggunakan ARV seperti yang diresepkan oleh dokter. Tapi dalam kasus terharap ODHA akan riskan jika saat dalam pengobatan secara medis kemudian secara sepihak beralih menuju pengobatan alternatif tanpa sepengetahuan dokter yang menangani dan berhenti mengkonsumsi ARV, maka justru akan sangat membahayakan ODHA. Tanpa mengonsumsi ARV, semua ODHA cepat atau lambat akan memburuk kesehatannya dan kemungkinan terburuknya adalah meninggal. Atau jika ODHA yang ingin mengganti sementara waktu pengobatan dengan ARV ke obat-obat herbal juga berbahaya karena beresiko menimbulkan efek resistensi atau pengebalan ARV terhadap virus HIV untuk pemakaian selanjutnya. Artinya, tindakan beralih dari pengobatan medis ke pengobatan tradisional hanya akan membahayakan ODHA, sebab manfaat ARV adalah penting karena dapat menjaga kesehatan, dan memperbaiki kualitas hidup ODHA, namun memang ada efek samping yang akan dirasakan tetapi bisa ditanggulangi dengan baik. 


Bahan obat-obatan yang digunakan dalam pengobatan alternatif yang selama ini banyak diketahui salah satunya adalah bersumber dari hewan tokek. Sebuah tim yang diketuai Prof. Wang dari Universitas Henan, Cina (2008), menunjukkan bahwa zat aktif tokek tidak hanya meningkatkan respons sistem kekebalan tubuh dari suatu organisme, tetapi juga menginduksi sel-sel tumor. Namun untuk pengobatan HIV/AIDS, sampai saat ini belum ada riset untuk membuktikan efektifitasnya. Bagaimana mengenai buah manggis yang dikenal memiliki antioksidan paling tinggi dari buah yang lain, atau buah merah atau mahkota dewa yang terkenal sangat berkhasiat untuk mengobati berbagai macam penyakit? Jawabanya adalah sama saja, karena ARV memang harus terus dilanjutkan Untuk terapi pengobatan HIV/AIDS. Belum ada yang dapat membuktikan secara klinis efek dari obat-obat tersebut yang diklaim dapat digunakan untuk penyembuhan penyakit HIV/AIDS. Posisi yang lebih tepat untuk pengobatan alternatif menggunakan herbal adalah pengobatan tambahan (suportif), Artinya, ARV wajib terus dikonsumsi jangka panjang dan boleh ditambah obat alternatif sebagai suplemen untuk membantu menjaga dan meningkatkan kesehatan ODHA. 


Kondisi yang menyebabkan ODHA ingin beralih dari pengobatan medis ke alternative bisa disebabkan karena ODHA bosan sudah sekian lama meminum ARV beserta efek samping yang ditimbulkan namun tak kunjung sembuh. Untuk efek samping tentu sudah disiapkan antisipasinya oleh dokter dengan menambahkan beberapa obat lain seperti obat pusing, mual atau vitamin. Namun untuk menghadapi bosan karena sudah begitu lama mengkonsumsi ARV adalah masalah yang terlihat sepele namun bisa mengakibatkan sesuatu yang serius. Tips Untuk ODHA dan keluarga atau kerabat ODHA agar tidak bosan atau jenuh mengkonsumsi ARV adalah sebagai berikut : 
  • Untuk keluarga dan kerabat agar selalu memberikan motivasi dan semangat secara berkala dan tak kenal bosan, karena dukungan dan perhatian dari keluarga atau kerabat akan sangat bermanfaat bagi psikis ODHA dalam keaseharianya dan selanjutnya agar mereka tidak merasa dikucilkan.
  • Untuk keluarga dan kerabat cobalah sekali waktu mengajaknya untuk melakukan kegiatan-kegiatan bermanfaat seperti kegiatan amal mengenai penyakit HIV/AIDS agar menumbuhkan motivasi dan perasaan lebih baik yang selanjutnya akan memicu semangat untuk bisa sembuh dan membantu orang lain yang memiliki keluhan yang sama agar tak patah semangat. Tentu dengan melihat kondisi ODHA bersangkutan.
  • Untuk ODHA, Tetap jalani hidup dengan bahagia. menderita salah satu penyakit yang paling mematikan didunia memang tidak akan menyenangkan bagi siapapun, tapi cobalah untuk berbahagia, pikirkan mengenai hikmah dan sesuatu untuk direnungkan tentang apa yang sedang berjalan sekarang, bersyukurlah walau mungkin ada perasaan kecewa. perlu diingat bahwa penderita ODHA diseluruh dunia merasakan hal yang sama, bahkan ada yang lebih buruk, jangan sia-siakan hidup, selama masih bernafas akan ada banyak kesempatan dan kebahagiaan yang bisa diraih.
Dari uraian diatas bisa disimpulkan pengguaan ARV dapat digunakan bersamaan dengan media pengobatan alternatif berupa obat-obatan herbal maka dengan demikian peluang untuk meningkatkan dan memelihara derajat dan kualitas hidup ODHA akan lebih besar. Kemudian mengingat obat yang pasti dapat menyingkirkan atau membunuh Virus HIV masih dalam tahap wacana sudah ditemukan maka tindakan terbaik yang bisa dilakukan adalah dengan melaksanakan prosedur yang sudah ada yaitu dengan mengkonsumsi ARV untuk mencegah penyebarluasan virus HIV dalam tubuh. Pengobatan alternatif sepenuhnya belum bisa dipercaya sebagai pengobatan yang bisa menyembuhkan ODHA. Karena belum ada penelitian mengenai efektifitas metode yang dilakukan, pengobatan alternatif berupa penggunaan obat-obat herbal hanya bersifat terapi tambahan. Penaganan ODHA akan lebih baik jika dilaksanakan dengan cepat setelah diketahui sudah terinfeksi virus HIV, karena akan secepatnya di terapi menggunakan obat-obatan retroviral untuk menekan pertumbuhan virus HIV. Bagi ODHA dan keluarga atau kerabat ODHA memberikan semangat dan dorongan moral akan berperan banyak dalam upaya pegobatan HIV/AIDS.

Komentar Tabib Masrukhi : 
Hubungan itu ada benarnya, namun alternatif tergantung metode dan bahan herbal yang di gunakan agar penyakit HIV benar benar sembuh.Tidak asal meningkatkan stamina tubuh jika pengobatan alternatif hanya untuk meningkatkan daya tahan tubuh tentu tidak perlu biaya mahal. anda bisa mendapatkan dengan meniran / sambiloto dll tidak perlu mahal. karena itu odha pandai pandailah memilih memilah pengobatan alternatif.


Daftar pustaka :


  1. Anonym. (2013) khasiat tokek untuk kesehatan. Available from: http://www.tipscaraterbaik.com/khasiat-tokek-untuk-kesehatan.html, accessed 10 November 2013.
  2. Anonym. (2013) panduan baru dalam pengobatan HIV. Available from: http://www.bbc.co.uk/indonesia/majalah/2013/06/130630_aids_acuan_baru_kesehatan.shtml. accessed 10 November 2013.
  3. Anonym.(2012) Terapi ARV Lini 1 dan 2, available from: http://www.odhaberhaksehat.org/2012/terapi-arv-lini-1-dan-2/, accessed 10 november 2013.
  4. Anonym. (2013) Unair Temukan Obat HIV/AIDS dari Air Liur dan Racun Lebah. available from: http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/13/05/28/mni5yb-unair-temukan-obat-hivaids-dari-air-liur-dan-racun-lebah, accessed 10 November 2013.
  5. Bararah, V.F. (2012) 3 Orang Penderita HIV AIDS Bisa Sembuh, available at http://health.detik.com/read/2012/08/03/161839/1982694/763/3-orang-penderita-hiv-aids-bisa-sembuh, accessed 10 November 2013.
  6. Djauzi.s.(2013) obat herbal untuk hiv?. available at http://sains.kompas.com/read/2013/02/24/05063919/Obat.Herbal.untuk.HIV., accessed 10 November 2013
  7. Sartika.K. (2013) Obat HIV/AIDS telah ditemukan?. Available from: http://www.tabloidbintang.com/extra/fenomena/66873-obat-hiv-aids-telah-ditemukan.html, accessed 10 November

ODHA - Pilihlah dengan Bijak, ARV atau Herbal




Semoga menjadi bahan pertimbangan

 PERBEDAAN OBAT KIMIA ARV DENGAN OBAT ALAMI
ARV
OBAT ALAMI
Tidak bisa menyembuhkan AIDS. Bisa menyembuhkan AIDS.
Karena tidak bisa menyembuhkan, maka harus dikonsumsi seumur hidup. Ketika sudah sembuh, Odha bisa stop pengobatan.
“Memperbudak” Odha SEUMUR HIDUP dengan kewajiban jadwal ketatnya yang harus dikonsumsi tepat waktu. Tidak memperbudak Odha seumur hidup karena jadwal konsumsinya fleksibel.
Bahan kimia tidak ramah lingkungan yang penuh dengan efek samping. Bahan alami ramah lingkungan dan pada umumnya tanpa efek samping.
Mikroba makin kebal atau resisten walaupun dikonsumsi dengan jadwal yang benar. Tidak akan menimbulkan resistensi walaupun jadwalnya fleksibel.
Tidak aman jika dikonsumsi dalam jangka panjang, apalagi untuk seumur hidup. Aman jika dikonsumsi dalam jangka panjang, apalagi jenis suplemen, sangat aman dikonsumsi seumur hidup untuk mempertahankan kesehatan.

(NCBI, Oxford Med Journal, Medindia, Healindonesia)
 
AIDS Denialist Menguak Mafia Kesehatan Pada Kasus HIV/AIDS   
Di seluruh dunia, para ODHA (Orang dengan HIVAIDS) yang sembuh dari AIDS sudah sangat banyak jumlahnya. Kesembuhan mereka adalah bukti nyata bahwa AIDS bukanlah penyakit yang tidak bisa disembuhkan. Bahkan, mereka mendapatkan kesembuhan bukan karena obat-obatan kimia, tapi karena perbaikan nutrisi dan obat alami.

Namun, bertolak belakang dengan realita kesembuhan yang makin banyak di seluruh dunia, komunitas medis konvensional dan media massa umum, tetap saja memberitakan informasi bahwa AIDS merupakan penyakit yang tidak bisa disembuhkan dan Odha berkewajiban untuk mengonsumsi ARV seumur hidup mereka.

Informasi yang di dapat dari banyak sumber ini mencoba menguak sedikit rahasia tentang adanya mafia kesehatan kasus HIV/AIDS, dimana para mafia terus “mencuci otak” masyarakat dan praktisi medis untuk percaya bahwa AIDS tidak bisa disembuhkan dan satu-satunya obat yang bisa diandalkan HANYALAH ARV. Dengan kepercayaan seperti ini, mereka mendapatkan uang yang sangat banyak dari repeat order SEUMUR HIDUP para Odha, terlebih repeat order tersebut adalah dari seluruh dunia.

Jika banyak masyarakat dan praktisi medis tahu bahwa AIDS bisa disembuhkan dan obat alamilah satu-satunya pengobatan yang dapat diandalkan (bahkan tanpa efek samping), maka para mafia ini akan kehilangan pendapatan terbesarnya, karena masyarakat dunia stop menjadi “langganan setia mereka”.

KESAKSIAN PARA ODHA TANPA ARV
Pertama-tama saya akan bagikan sebagian kecil kesaksian para Odha tanpa ARV, yang menunjukkan bahwa mereka tidak perlu ARV dan hidup mereka bisa normal berkat perbaikan nutrisi serta obat alami. Kita simak dulu kesaksian dari para Odha luar negeri, kemudian para Odha Indonesia.

1. Norman Sartor, Kanada
Nama saya Norman Sartor. Saya dulu didiagnosa dengan gejala AIDS di bulan Desember 1995 dimana CD4 saya adalah 51. Pada saat itu tidak ada test viral load dan di bulan Februari 1996, saya mulai memakai AZT, satu-satunya perawatan resmi dari Health Canada. Kemudian selama Lebih dari 10 tahun, saya mendapat ARV yang meliputi AZT, 3TC, Saquinavir, Zerit, Norvir, Viracept, Sustiva, Fuzeon, Viread and Kaletra.

Celexa, Septra, Marinol, Bactrum, Losec, Teveten, Pariet, Crestor, Lipitor, Welbutrin, Prozac, Hydrochlorothiazide dan Lorazepam, diresepkan ke saya untuk mengatasi efek samping yang ada yaitu berat badan turun, sariawan, keringat dingin di malam hari, jamur kuku, lipoatrophy, ruam saraf, dan anemia. Gejala fisik dan psikologis lainnya juga muncul.

Dengan Fuzeon, saya selalu mendapat suntikan 2 kali sehari, dan sesudah 10 tahun memakai ARV dan obat untuk lipoatrophy, lemak tubuh saya bertambah. Berulang-ulang muncul gejala ISR seperti kulit merah, pembengkakan, dan kulit mengeras. Saya berpartisipasi dalam uji klinis di bulan May 2005 yang disponsori oleh Canadian Immunodeficiency Research Collaborative untuk mengevaluasi penggunaan alat suntik Biojector CO2 dibandingkan penggunaan jarum hypodermic standar. Lagi-lagi gejala ISR tetap muncul. Obat yang dipakai bersamaan dengan Fuzeon adalah Kaletra, Viread dan 3TC.

Setelah bertahun-tahun meneliti HIV/AIDS, nutrisi, dan satu dekade memakai ARV, pil-pil, serum, jarum suntik dan tembakan CO2, dan di atas semua itu, yaitu mengalami berbagai efek samping obat-obatan, kecuali kematian, saya pun akhirnya berhenti dari obat-obatan pada tanggal 16 Mei 2006. Mulai dari Agustus 2006 sampai dengan Januari 2007, terdapat penurunan 49% untuk viral load dan peningkatan 38% untuk sel CD4. Saat ini saya sudah lebih dari 1 tahun tanpa obat-obatan dan selama 1 tahun tersebut bisa menghemat $50.000 untuk biaya pengobatan karena hanya untuk Fuzeon saja bisa menghabiskan $2.650/bulan.

Saya pun beralih ke suplemen bulanan yaitu Selenium, NAC, Tryptophan dan L-Glutamine dengan biaya $100-$120. Hasil positif yang saya capai bukanlah suatu hal yang unik karena banyak Odha berhasil hidup normal tanpa obat-obatan.

Pengukuran viral load dan CD4, penandaan test darah yang digunakan untuk akses kesehatan dan penentuan terapi, tidak dirancang untuk orang yang sehat. Dalam 1 dekade memakai terapi ARV dan obat-obatan kimia lainnya, saya tidak dalam keadaan sehat. Saya mengalami tekanan darah tinggi dan kadar kolesterol tinggi, fungsi hati yang tidak normal, serangan osteoarthritis, duodenitis, peripheral neuropathy, nocturia, lipoatrophy, serta hepatitis B yang berkembang ke grade 2. Sekarang kebanyakan efek samping telah mereda dan baru pertama kali ini selama 10 tahun, hati saya berfungsi dengan normal. (Setelah berhenti dari ARV dan obat-obatan kimia) hepatitis B saya sekarang jadi kondisi pre-existing dan tetap terkontrol dengan pola makan yang benar.

Ada banyak pendekatan yang lebih manusiawi dalam mengatasi HIV/AIDS dengan cara merawat kita dibandingkan merawat penyakitnya.

2. Terry, Miami (Amerika Serikat)
Ada dua tanggal penting dalam hidup saya yang pernah terjadi berhubungan HIV dan AIDS.
Musim semi (Mei), 2000 saya terdiagnosis positif HIV oleh Dept. Kesehatan di Florida. Segera saya mengatur janji temu dengan seorang Spesialis Penyakit Menular. Saya telah menjalani hidup selibat (tanpa seks) selama 5 tahun sesudah terdiagnosa positif HIV tapi ini saya lakukan atas rekomendasi dokter keluarga karena saya juga menderita Shingles (Herpes Zoster) yang sangat parah.

Dokter mengatakan bahwa saya akan meninggal dalam waktu 6 bulan jika saya tidak segera memulai pengobatan HAART. Jadi, tanpa tahu apa-apa dan karena percaya dengan ketetapan medis, saya pun menyetujui untuk memulai HAART.

Selama lebih dari tujuh setengah tahun kemudian, dengan penuh kepercayaan saya memakai HAART, setiap pagi dan sore, terus bervariasi dari satu kombinasi obat ke kombinasi obat lainnya. Beberapa dari mereka menyebabkan naiknya kadar kolesterol sehingga saya mengganti ke obat lainnya. Beberapa pengobatan yang sudah saya pakai lama adalah  Combivir, Epiver, Sustiva, Viread, Trizivir, dan lain-lain.

Efek samping paling buruk yang pernah saya alami adalah kadar kolesterol tinggi, berkurangnya otot (otot saya sekarang sangat sedikit), masalah pencernaan dan perut kembung terus menerus, sembelit berkepanjangan, dan pipi yang “melorot” ke bawah. Saya mulai terlihat seperti hampir mati. Tapi dokter saya tidak akan mengakuinya. Saya juga kehilangan sebagian besar gigi saya selama tahun pertama perawatan medis… namun demikian viral load secara konsisten tak terdeteksi dan sel T saya naik dari biasanya <200 menjadi sekitar 500 dan terus tetap ke jumlah itu.

Singkat cerita, saya tidak menderita efek samping obat seburuk yang pernah dialami orang lain. Setidaknya saya tidak menderita diare. Saya terus melanjutkan kerja full time saya dan tidak pernah ijin kerja karena sakit selain mungkin karena flu sekali dalam setahun. Bagi orang lain, saya lebih terlihat sehat dibandingkan terlihat seperti orang yang sedang sekarat.

Di tahun 2007, saya menemukan buku Christine Maggiore, “Bagaimana Jika Apa yang Anda Tahu tentang HIV adalah Salah? (What if everything you knew about AIDS is wrong),” dan buku tersebut telah mengubah hidup saya. Saya segera membaca buku  Peter Duesberg setebal 800 halaman lebih,  “Penemuan HIV/AIDS (The Invention of HIV/AIDS)” dan di titik itu, tantangan terbesar saya adalah mengendalikan rasa jijik dan amarah saya (terhadap penipuan hoax AIDS). Saya tetap bergumul dengan semua itu setahun kemudian.

Selesai membaca buku Peter dan mencari-cari informasi lain yang ada, saya bicara dengan dokter saya, yang sudah diganti di akhir tahun 2006 berhubung dokter sebelumnya berhenti praktek. Dokter baru benar-benar sangat yakin dengan pandangan bahwa HIV menyebabkan AIDS dan obat HAART adalah obat luar biasa yang bisa menyelamatkan hidup kita. Well…, saya tahu bahwa saya tidak bisa terus membayar dokter dengan pikiran tertutup seperti itu, jadi saya “memecatnya”.  Tanpa saya sendiri sadari saat itu, keputusan tersebut sangat memerdekakan… salah satu keputusan terbaik yang pernah saya buat seumur hidup saya.

Saat itu adalah akhir Juli 2007. Saya berhenti dari semua pengobatan HAART di hari pertama Agustus 2007. Saya juga berhenti mengecek viral load dan sel T saya, sama sekali berhenti bertemu dengan dokter saya di tahun ini, kecuali bertemu dokter gigi untuk check-up dan pembersihan, dll. Toh saya tidak merasa perlu. Jumat ini akan menjadi ulang tahun ke 57 saya… dan saya bermaksud untuk merayakannya dengan cara berbeda.

Saya harus mengatakan bahwa saya tidak percaya dengan teori HIV=AIDS… dan itulah dia… hanya sebuah teori…dan memiliki banyak “lubang” di dalamnya. Saya tidak takut dengan status HIV saya, walaupun saya masih diberi label positif HIV dan harus menyingkapkan fakta tersebut ke semua pasangan seksual saya supaya terlepas dari tuduhan “pembunuhan” karena tidak memberitahukan yang sebenarnya. Jadi, demikianlah status HIV saya akan “menghantui” seumur hidup saya kecuali atau sampai industri HIV/AIDS hancur. Kita hanya bisa berharap!

Saya belum pernah merasa begitu baik sebelumnya sejak melakukan pembersihan tubuh dari racun kimia di musim gugur tahun lalu. Saya jadi vegetarian sejak 1972, jadi saya mencoba untuk memiliki pola makan sehat dan mengonsumsi suplemen vitamin. Saya melanjutkan bekerja penuh waktu, memiliki usaha sendiri dan sangat sehat, bahagia serta sejahtera.

Saya mendukung siapapun yang terdiagnosa HIV untuk melakukan penelitian sendiri. Rasanya “dag dig dug” saat pertama melakukannya (penelitian sendiri)… dan memang demikian.  Bagaimanapun juga, ada banyak website dengan informasi dan pengetahuan dasar yang akan membantu Anda membuat keputusan apakah akan melanjutkan pengobatan (HAART) atau tidak. Setiap orang harus membuat keputusan tersebut untuk dirinya sendiri… bukan karena saya, bukan karena dokter Anda atau bahkan keluarga Anda. Ini adalah tubuh Anda, hidup Anda. Bukan milik orang lain.
Dengan melakukan penelitian sendiri akan membantu Anda keluar dari rasa takut yang telah “melekat” dalam jiwa Anda dan akan membantu Anda untuk berpikir. Kami semua di sini akan mengatakan kepada Anda bahwa bukti-bukti begitu banyak dan kita telah ditipu untuk percaya paradigm “genocidal” mengerikan ini. Berpikirlah untuk diri sendiri.

Doa saya yang terbaik untuk Anda yang membaca kesaksian ini dan yang berada di situasi serupa (sebagai Odha).

3. Made, Bali
Pada September 2010, setelah mendapat informasi penyembuhan AIDS dari Healindonesia, saya mencoba terapi herbal dengan memakai jamu tetes. Tiga bulan sebelumnya dinyatakan positif HIV dengan gejala TBC dan mulai memakai ARV lewat 2 bulan sesudah pengobatan TBC. Mempertimbangkan dampak efek samping ARV, saya lebih memilih terapi herbal saja. Walaupun dengan diagnosa positif HIV dan TBC, kondisi fisik saya sendiri sebenarnya normal dan nafsu makan juga bagus. Saya sama sekali tidak memperlihatkan gejala-gejala seperti orang sakit pada umumnya.

Sampai sekarang, saya hanya rutin memakai herbal untuk menjaga kesehatan saya dan telah terbukti bahwa tanpa ARV saya baik-baik saja layaknya orang normal.

4. Dani, Tangerang
Pada saat saya datang ke Yasar Nurma di bulan Juni 2009, kondisi saya ada pembengkakan di leher, ketiak dan punggung belakang. Saya menderita cacar, tumbuh jerawat di wajah dan punggung, jamur di selangkangan, indikasi IMS. Hasil lab menunjukkan adanya Hepatitis C dan bronchitis. Badan saya sering lemas, merasakan nyeri sendi, sakit di dada, vertigo, diare dan gatal-gatal.

Saya harus akui dari awal terapi saya terlihat main-main sehingga terapi saya dihentikan oleh Praktisi Yasar Nurma. Saya mohon maaf atas sikap saya, herbal powder 2x sehari untuk 15 hari tidak pernah habis tepat waktu, apalagi saya menutupi hasil rongent paru yang saya beritahukan setelah 8 bulan terapi, dimana kondisi saya adalah stadium 2 dan berpikir masa bodoh dengan hasil lab.

Saya tidak mau terlihat berbeda atau membedakan diri diantara teman-teman saya jadi apapun yang mereka tawarkan selalu saya terima baik ajakan untuk nongkrong, narkoba, miras, nongkrong, begadang. Walaupun tidak selalu sering, tapi menghabiskan waktu sampai larut malam adalah kebiasaan saya.

Praktisi Yasar Nurma fokus terhadap Hepatitis C yang saya derita dimana angka reaktifnya adalah 38,82 dengan LED 52. Setelah 4 bulan terapi, di bulan Oktober 2009 saya test lab kembali dan ternyata hasil lab hepatitis C turun menjadi 2,095 dengan LED 9.

Lalu di bulan Pebruari 2010 setelah berhenti terapi dari Yasar Nurma, sesuai anjuran, sampai sekarang saya menggantian ARV dengan mengonsumsi antibiotik alami, suplemen garlic dan air ionisasi. Saya tidak lagi tergantung dengan hasil tes HIV dan CD4 dan berusaha melupakan karena Yang Maka Kuasa berkenan atas umur saya. Saya hanya ingin melepas ARV sebagai tempat bergantung seumur hidup.

4. Bobby, Maumere
Saya mulai terapi di Yasar Nurma Foundation bulan Maret  2010. Pada saat itu saya menderita jamur di mulut, nyeri ulu hati, sinusitis, pnuemonia, dan sakit kuning.
Karena gejala yang terjadi pada saya mirip dengan HIV dan dibantu dengan rekan farmasi, memulai terapi di Yasar Nurma dengan kondisi apa adanya. Saya di diagnosa lewat telpon dan sms, saya informasikan keluhan dan gejala yang terjadi, lalu pesan herbal kapsul isi 180 kapsul 3x sehari 2 kapsul untuk 1 bulan pemakaian.

Saya cukup beruntung karena walaupun di daerah terpencil, saat merasa sakit, saya dibantu dan dipantau oleh rekan farmasi disini. Yasar Nurma memberikan terapi food combaining sesuai dengan kondisi penyakit saya saat ini, mengajarkan saya apa yang harus dihindari dan apa yang boleh dikonsumsi.

Saya berpikir untuk mencoba dulu apa yang disarankan Yasar Nurma. Kalaupun misalnya penyakit saya tidak ada perubahan, toh otomatis saya tinggal hentikan pemesanan herbalnya. Namun untunglah, sampai sekarang saya pun masih terus mengonsumsi herbal tersebut karena ada proses pemulihan dan penyembuhan, dimana hal tersebut dipantau oleh rekan farmasi saya. Lagi pula saya ingin menghindari kemotrapi yang mahal dan tidak ada semacam itu di kampung kami.

Dengan mengenal pengobatan secara holistik, saya jadi tahu banyak macam tentang herbal terutama di daerah kami di pesisir, ada banyak jenis tanaman dan buah, yang awalnya kami tidak tahu khasiatnya, akhirnya dapat kami jadikan menu sehat kami disini. Kini saya terbebas dari kewajiban minum ARV karena semua kondisi sakit bisa diatasi dengan nutrisi dan herbal.



Sumber : 

Pengidap HIV, Apakah Boleh Punya Anak?


Virus HIV merupakan virus yang dapat ditularkan melalui 
pertukaran cairan tubuh seperti sperma, atau air susu. Karena itu, pengidap HIV diimbau untuk tidak melakukan hubungan seks tanpa pengaman.

Hanya saja, memiliki keturunan hak setiap orang, termasuk pengidap HIV. Namun dengan risiko penurunan virus dari orangtua ke anak yang tinggi, lantas, bagaimana mereka mampu memiliki tanpa menularkan virusnya?

Menurut pakar ilmu penyakit dalam dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (FKUI/RSCM) Samsuridjal Djauzi, cara paling efektif untuk mencegah penularan dari orangtua ke keturunannya adalah memastikan orangtuanya memiliki kadar virus yang sangat rendah di tubuhnya sebelum mejalani program kehamilan.

Setelah kadar virus di dalam tubuh sudah sedikit, lanjut dia, cairan tubuh khususnya sperma pada laki-laki tidak lagi mengandung virus. Karena itu, laki-laki sudah dapat berhubungan seks tanpa pengaman dengan pasangannya selama masa suburnya.

"Dibutuhkan pemeriksaan laboratorium untuk memastikan sperma bebas virus," tegas Samsuridjal.

Sementara itu, kata dia, jika si calon ibu sudah terinfeksi virus, maka pemberian ARV tetap wajib dilakukan untuk mencegah transmisi virus selama kehamilan. Dalam kandungan, bayi menerima cairan yang berisi nutrisi dari ibu, namun jika jumlah virus di tubuh ibu sangat sedikit, maka penularan sangat kecil kemungkinannya untuk terjadi.

Proses persalinan juga dapat menularkan virus. Maka, para dokter sepakat untuk melakukan teknik persalinan Caesar untuk meminimalisasi kontak cairan antara bayi dengan ibu.

Setelah itu pun, lanjutnya, ibu tidak menyusui anaknya, karena air susu mungkin juga mengandung virus HIV. Meskipun ada pula yang mengatakan, selama ASI yang diberikan adalah ASI eksklusif, ibu dengan HIV masih bisa menyusui.

"Dengan melakukan cara-cara tersebut, risiko penularan dari orangtua ke anak dari 37 persen bisa ditekan menjadi 2 persen," pungkasnya

Jangan Langsung Salahkan Suami Jika IRT tertular HIV


Data dari RS Cipto Mangunkusumo (RSCM) tahun 2013 menyatakan, jumlah ibu rumah tangga (IRT) yang terinfeksi HIV meningkat cukup tajam. Diperkirakan, angkanya melonjak dari 24,3 persen dari total pengidap menjadi 30,1 persen.

Hal tersebut dinilai miris mengingat kesempatan IRT untuk berhubungan dengan orang lain selain suaminya cenderung kecil.  Maka, kemungkinan transmisi virus sebagian besar adalah dari suami mereka.

Untuk diketahui, suami yang bekerja jauh dari rumah atau dikenal dengan istilah mobile man with money merupakan kelompok yang rentan tertular HIV melalui hubungan seks tanpa pengaman yang dilakukan dengan orang yang sudah terinfeksi HIV. Dan ketika di rumah, suami yang terinfeksi melakukan hubungan seks dengan istri sehingga kemudian menularkannya.

Kendati demikian, Guru Besar Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Samsuridjal Djauzi menegaskan untuk tidak hanya "menyalahkan" sang suami sebagai pihak yang menularkannya. Karena bisa jadi, pihak wanita lah yang justru menulari.

"Pengidap HIV bisa hidup bertahun-tahun tanpa ada gejala, jadi bisa saja sebelum menikah, perempuan sudah membawa virus," ujar Samsuridjal di sela-sela acara peluncuran situs interaktif HIV dan AIDS Temanteman.org, Kamis (7/11/2013) di Jakarta.

Transmisi virus yang terjadi sebelum menikah, jelas dia, bisa melalui gaya hidup yang tidak sehat, misalnya penggunaan narkoba suntik atau melakukan hubungan seks tanpa pengaman. Selain itu, transmisi virus juga bisa berasal dari transfusi darah yang tidak melalui proses penampisan yang baik.

Oleh karena itu, Samsuridjal menyarankan agar calon pasangan suami-istri melakukan pemeriksaan HIV sebelum menikah. Hal tersebut guna mencegah penularan antarmereka, serta ke keturunan mereka.

Menurut brand ambassador Temanteman.org sekaligus artis peran Dian Sastrowardoyo, sebelum menikah umumnya orang melakukan pemeriksaan virus seperti rubella, toksoplasma, hingga hepatitis B atau C, namun masih jarang yang melakukan pemeriksaan HIV. Padahal HIV termasuk dalam virus yang bisa menular melalui hubungan seksual dan juga bisa ditularkan secara vertikal dari orangtua ke anak.

"Maka saya rasa, pemeriksaan HIV perlu dilakukan dan seharusnya pemeriksaan itu menjadi hal yang sudah dianggap normal," kata dia.

Disclaimer :

Faktor kondisi tubuh dan Minat Pasien serta suport keluarga pasien sangat mempengaruhi Tingkat kesembuhan Pasien. Ingat Satu satunya di Indonesia menggunakan Formulasi ini yang terbukti mampu mengobati HIV. Simpanlah alamat kami . WA : 0823-3222-2009