Pengertian Sistem Imun
Sistem kekebalan tubuh atau sistem imun adalah sistem perlindungan
pengaruh luar biologis yang dilakukan oleh sel dan organ khusus pada
suatu organisme.
Jika sistem kekebalan bekerja dengan benar, sistem ini akan melindungi tubuh
terhadap infeksi
bakteri dan virus, serta
menghancurkan sel kanker
dan zat asing lain dalam tubuh. Jika sistem kekebalan melemah, kemampuannya
melindungi tubuh juga berkurang, sehingga menyebabkan patogen, termasuk
virus yang menyebabkan demam dan flu, dapat berkembang dalam tubuh. Sistem
kekebalan juga memberikan pengawasan terhadap sel tumor, dan
terhambatnya sistem ini juga telah dilaporkan meningkatkan resiko terkena
beberapa jenis kanker
Imunitas atau kekebalan
adalah sistem mekanisme pada organisme yang melindungi tubuh terhadap pengaruh
biologis luar dengan mengidentifikasi dan membunuh patogen serta sel tumor.
Sistem ini mendeteksi berbagai macam pengaruh biologis luar yang luas,
organisme akan melindungi tubuh dari infeksi, bakteri, virus sampai cacing
parasit, serta menghancurkan zat-zat asing lain dan memusnahkan mereka dari sel
organisme yang sehat dan jaringan agar tetap dapat berfungsi seperti biasa.
Deteksi sistem ini sulit karena adaptasi patogen dan memiliki cara baru agar
dapat menginfeksi organisme.
2.2. Macam-macam Sistem Pertahanan Tubuh
Sistem kekebalan tubuh manusia dibagi 2, yaitu kekebalan tubuh tidak
spesifik dan kekebalan tubuh spesifik.
a.
Sistem
kekebalan tubuh non spesifik
Proses pertahanan tubuh non spesifik tahap pertama
Proses pertahanan tahap pertama ini bisa juga diebut kekebalan tubuh
alami. Tubuh memberikan perlawanan atau penghalang bagi masuknya
patogen/antigen. Kulit menjadi penghalan bagi masuknya patogen karena lapisan
luar kulit mengandung keratin dan sedikit air sehingga pertumbuhan
mikroorganisme terhambat. Air mata memberikan perlawanan terhadap senyawa asing
dengan cara mencuci dan melarutkan mikroorganisme tersebut.
Minyak yang dihasilkan oleh Glandula Sebaceae mempunyai aksi
antimikrobial. Mukus atau lendir digunakan untuk memerangkap patogen yang masuk
ke dalam hidung atau bronkus dan akan dikeluarkjan oleh paru-paru. Rambut
hidung juga memiliki pengaruh karenan bertugas menyaring udara dari
partikel-partikel berbahaya.
Semua zat cair yang dihasilkan oleh tubuh (air mata, mukus, saliva)
mengandung enzimm yang disebut lisozim. Lisozim adalah enzim yang dapat
meng-hidrolisis membran dinding sel bakteri atau patogen lainnya sehingga sel
kemudian pecah dan mati. Bila patogen berhasil melewati pertahan tahap pertama,
maka pertahanan kedua akan aktif.
Proses pertahanan tubuh non spesifik tahap ke dua
Inflamasi merupakan salah satu proses pertahanan non spesifik,
dimana jika ada patogen atau antigen yang masuk ke dalam tubuh dan menyerang
suatu sel, maka sel yang rusak itu akan melepaskan signal kimiawi yaitu
histamin. Signal kimiawi berdampak pada dilatasi(pelebaran) pembuluh darah dan
akhirnya pecah. Sel darah putih jenis neutrofil,acidofil dan monosit keluar
dari pembuluh darah akibat gerak yang dipicu oleh senyawa kimia(kemokinesis dan
kemotaksis). Karena sifatnya fagosit,sel-sel darah putih ini akan langsung
memakan sel-sel asing tersebut.
Peristiwa ini disebut fagositosis karena memakan benda padat, jika
yang dimakan adalah benda cair, maka disebut pinositosis. Makrofag atau monosit
bekerja membunuh patogen dengan cara menyelubungi patogen tersebut dengan
pseudopodianya dan membunuh patogen dengan bantuan lisosom. Pembunuh dengan
bantuan lisosom bisa melalui 2 cara yaitu lisosom menghasilkan senyawa racun
bagi si patogen atau lisosom menghasilkan enzim lisosomal yang mencerna bagian
tubuh mikroba.
Pada bagian tubuh tertentu terdapat makrofag yang tidak
berpindah-pindah ke bagian tubuh lain, antara lain : paru-paru(alveolar
macrophage), hati(sel-sel Kupffer), ginjal(sel-sel mesangial), otak(sel–sel
microgial), jaringan penghubung(histiocyte) dan pada nodus dan spleen.
Acidofil/Eosinofil berperan dalam menghadapi parasit-parasit besar. Sel ini
akan menempatkan diri pada dinding luar parasit dan melepaskan enzim penghancur
dari granul-granul sitoplasma yang dimiliki. Selain leukosit, protein
antimikroba juga berperan dalam menghancurkan patogen.
Protein antimikroba yang paling penting dalam darah dan jaringan
adalah protein dari sistem komplemen yang berperan penting dalam proses
pertahan non spesifik dan spesifik serta interferon. Interferon dihasilkan oleh
sel-sel yang terinfeksi oleh virus yang berfungsi menghambat produksi virus
pada sel-sel tetangga. Bila patogen berhasil melewati seluruh pertahanan non
spesifik, maka patogen tersebut akan segera berhadapan dengan pertahanan
spesifik yang diperantarai oleh limfosit.
b.
Sistem
kekebalan tubuh spesifik
Pertahanan Spesifik: Imunitas diperantai antibodi Untuk respon imun yang diperantarai antibodi, limfosit B berperan
dalam proses ini, dimana limfosit B akan melalui 2 proses yaitu respon imun
primer dan respon imun sekunder.Jika sel limfosit B bertemu dengan antigen dan
cocok, maka limfosit B membelah secara mitosis dan menghasilkan beberapa sel
limfosit B.
Semua Limfosit B segera melepaskan antibodi yang mereka punya dan merangsang sel
Mast untuk menghancurkan antigen atau sel yang sudah terserang antigen untuk
mengeluarkan histamin. 1 sel limfosit B dibiarkan tetap hidup untuk menyimpan
antibodi yang sama sebelum penyerang terjadi. Limfosit B yang tersisa ini
disebut limfosit B memori. Inilah proses respon imun primer. Jika suatu saat,
antigen yang sama menyerang kembali, Limfosit B dengan cepat menghasilkan lebih
banyak sel Limfosit B daripada sebelumnya.
Semuanya melepaskan antibodi dan merangsang sel Mast mengeluarkan
histamin untuk membunuh antigen tersebut. Kemudian, 1 limfosit B dibiarkan
hidup untuk menyimpan antibodi yang ada dari sebelumnya. Hal ini menyebabkan
kenapa respon imun sekunder jauh lebih cepat daripada respon imun primer.
Suatu saat, jika suatu individu lama tidak terkena antigen yang sama
dengan yang menyerang sebelumnya, maka bisa saja ia akan sakit yang disebabkan
oleh antigen yang sama karena limfosit B yang mengingat antigen tersebut sudah
mati. Limfosit B memori biasanya berumur panjang dan tidak memproduksi antibodi kecuali
dikenai antigen spesifik. Jika tidak ada antigen yang sama yang menyerang dalam
waktu yang sangat lama, maka Limfosit b bisa saja mati, dan individu yang
seharusnya bisa resisten terhadap antigen tersebut bisa sakit lagi jika antogen
itu menyerang, maka seluruh proses respon imun harus diulang dari awal.
Pertahanan spesifik: Imunitas diperantai Sel
Untuk respon imun yang diperantarai sel, Limfosit yang berperan
penting adalah limfosit T.
Jika suatu saat ada patogen yang berhasil masuk dalam tubuh kemudian
dimakan oleh suatu sel yang tidak bersalah(biasanya neutrofil), maka patogen
itu dicerna dan materialnya ditempel pada permukaan sel yang tidak bersalah tersebut.
Materi yang tertempel itu disebut antigen. Respon imun akan dimulai jika
kebetulan sel tidak bersalah ini bertemu dengan limfosit T yang sedang
berpatroli, yaitu sel tadi mengeluarkan interleukin 1 sehingga limfosit T
terangsang untuk mencocokkan antibodi dengan antigennya.
Permukaan Limfosit T memiliki antibodi yang hanya cocok pada salah
satu antigen saja. Jadi, jika antibodi dan antigennya cocok, Limfosit T ini,
yang disebut Limfosit T pembantu mengetahui bahwa sel ini sudah terkena antigen
dan mempunyai 2 pilihan untuk menghancurkan sel tersebut dengan patogennya.
Pertama, Limfosit T pembantu akan lepas dari sel yang diserang dan menghasilkan
senyawa baru disebut interleukin 2, yang berfungsi untuk mengaktifkan dan
memanggil Limfosit T Sitotoksik.
Kemudian, Limfosit T Sitotoksik akan menghasilkan racun yang akan
membunuh sel yang terkena penyakit tersebut. Kedua, Limfosit T pembantu bisa
saja mengeluarkan senyawa bernama perforin untuk membocorkan sel tersebut
sehingga isinya keluar dan mati.
2.3
Fungsi Sistem Imun
Sistem imun memiliki beberapa fungsi bagi tubuh, yaitu sebagai berikut.
1.
Melindungi tubuh dari invasi
penyebab penyakit; menghancurkan &
menghilangkan mikroorganisme atau
substansi asing (bakteri, parasit, jamur, dan virus, serta tumor) yang masuk ke dalam tubuh
2.
Menghilangkan jaringan atau sel
yg mati atau rusak untuk perbaikan jaringan.
3.
Mengenali dan menghilangkan sel
yang abnormal. Sasaran utama: bakteri patogen & virus Leukosit merupakan sel
imun utama (disamping sel plasma, makrofag, & sel mast).
4.
Pertahanan Tubuh, yaitu menangkal bahan berbahaya agar tubuh tidak sakit, dan
jika sel-sel imun yang bertugas untuk pertahana ini mendapatkan gangguan atau
tidak bekerja dengan baik, maka oranmg akan mudah terkena sakit
5.
Keseimbangan, atau fungsi homeostatik artinya
menjaga keseimbangan dari komponen tubuh.
6.
Perondaan, sebagian dari sel-sel imun memiliki
kemampuna untuk memantau ke seluruh bagian tubuh. Jika ada sel-sel tubuh yang
mengalami mutasi maka sel peronda tersebut akan membinasakannya.
Faktor-Faktor yang mempengaruhi Sistem Imun
v Faktor
genetik dan fisiologis
Faktor
resiko fisiologis melibatkan fungsi fisik dari tubuh. Kondisi fisik tertentu,
seperti kehamilan atau berat badan berlebih akan meningkatkan stres pada sistem
fisiologis ( sebagai contoh : sistem sirkulasi darah) sehingga meningkatkan
kerentanan terhadap penyakit pada area ini.
Faktor keturunan, atau presdiposisi
genetik terhadap penyakit tertentu merupakan faktor resiko fisik yang penting.
Sebagai contoh, seseorang dengan riwayat keluarga diabetes melitus akan
berisiko untuk menderita penyakit ini pada hidupnya, faktor resiko genetik
lainnya adalah riwayat keluarga dengan penyakit kanker, penyakit jantung,
penyakit ginjal, atau penyakit mental.
Getah lambung menyebabkan suatu lingkungan
yang kurang menguntungkan untuk sebagian bakteri patogen. Air kemih akan membilas saluran
kemih sehingga menurunkan infeksi oleh bakteri. Pada kulitpun dihasilkan
zat-zat yang bersifat bakterisida. Darah terdapat sejumlah zat protektif yang
bereaksi secara nonspesifik yaitu "natural antibody'' yang tidak bersifat
khas untuk bakteri bersangkutan. Faktor humoral lain yaitu properdin dan
interferon yang selalu terdapat dan siap untuk.menanggulangi masuknya zat
asing.
v Usia
Usia
meningkatkan atau menurunkan kerentanan terhadap penyakit tertentu. Sebagai
contoh seseorang bagi yang lahir secara prematur dan semua bayi baru lahir
lebih rentan terhadap infeksi. Resiko penyakit jantung meningkat seiring usia
untuk wanita dan pria. Pada usia 45 tahun atau lebih, terdapat resiko yang
lebih besar untuk timbulnya kanker.
Faktor usia sering dihubungkan dengan faktor
resiko lainnya,seperti riwayat keluarga dan kebiasaan pribadi. Perawat harus
menekankan pentingnya pemeriksaan berkala untuk kelompok usia tertentu.
Otoritas di amerika serikat telah memberikan rekombenasi jadwal skrining
kesehatan, imunisasi, dan konseling.
Orang-orang yang berada pada kedua
ujung rentan usia lebih rentang usia lebih besar kemungkinannya untuk
menghadapi masalah yang berkaitan dengan pelaksanaan fungsi sistem imun
ketimbang orang-orang yang berusia dibawah rentang tersebut. Frekuensi dan
intensitas infeksi akan meningkat pada orang yang berusia lanjut dan
peningkatan ini mungkin disebabkan oleh penurunan kemampuan untuk bereaksi
secara memadai terhadap mikroorganisme yang menginvasinya. Produksi maupun
fungsi limfosit T dan B dapat terganggu. Insidensi penyakit autoimun juga
meningkat bersamaan dengan pertambahan usia; hal ini mungkin terjadi akibat
penurunan kemampuan antibodi untuk membedakan antara diri sendiri dan bukan
diri sendiri. Kegagalan sistem surveilans untuk mengenali sel-sel yang abnormal
atau yang mengalami mutasi mungkin bertanggung jawab atas tingginya insidensi
penyakit kanker yang berkaitan dengan pertambahan usia.
Penurunan
fungsi berbagai sistem organ yang berkaitan dengan pertambahan usia juga turut
menimbulkan gangguan imunitas. Penurunan sekresi serta motilitas lambung
memungkinkan flora normal intestinal untuk berproliferasi dan menimbulkan
infeksi sehingga terjadi gastroenteritis serta diare.
Penurunan pada sirkulasi renal, fungsi
fitrasi, absorpsi dan ekskresi turut menyebabkan infeksi saluran kemih. Lebih
lanjut, pembesaran kelenjar prostat dan neurogenic bladder dapat menghambat
pengaliran urin serta selanjutnya klirens (pembersihan) bakteri lewat sistem
urinarius. Stasis urin yang lazim terjadi pada kaum lanjut usia akan memudahkan
pertumbuhan mikroorganisme.
Pajanan
terhadap tembakau dan toksin lingkungan akan mengganggu fungsi paru. Pajanan
yang lama terhadap kedua agens ini akan menurunkan elasrisitas jaringan paru,
keefektifitas silia dan kemampuan batuk yang efektif. Semua gangguan ini akan
menghalangi pengeluaran mikroorganisme yang infeksius dan toksin sehingga
kerentanan lansia terhadap penyakit infeksi serta kanker paru semakin
meningkat.
Akhirnya,
bersamaan dengan pertambahan usia, kulit akan menjadi tipis dan tidak begitu
elastis lagi. Neuropati perifer dan penurunan sensibilitas serta sirkulasi yang
menyertainya dapat menimbulkan ulkus statis, dekubitus, ekskoriasi dan gejala
luka bakar. Gangguan integritas kulit merupakan faktor predisposisi yang
memudahkan orang tua untuk mengalami infeksi oleh mikroorganisme yang merupakan
bagian dari flora kulit yang normal.
v Lingkungan
Tempat dan kondisi lingkungan kita (
udara, air, dan tanah) akan menentukan cara hidup, makanan, agen genetik,
keadaan kesehatan, dan kemampuan kita untuk beradaptasi ( murray dan zentner,
2001). Lingkungan fisik tempat seseorang bekerja atau berdiam dapat
meningkatkan kecendrungan terjadinya suatu penyakit. Sebagai contoh, beberapa
jenis kanker lebih mungkib timbul jika pekerja industri terpajan pada zat kimia
tertentu atau jika masyarakat berdiam di dekat lokasi limbah beracun. Penilaian
keperawatan meluas dari individu ke keluarga dan kumonitas sekitarnya ( murray
dan zentner, 2001)
v Gaya
hidup
Banyak kegiatan, kebiasaan, dan
praktik yang melibatkan faktor resiko. Praktik gaya hidup dan tingkah laku
dapat memiliki efek positif atau pun efek negatif terhadap kesehatan. Praktik
dengan efek yang negatif merupakan faktor resiko. Beberapa kebiasaan merupakan
faktor resiko bagi penyakit tertentu.
Sebagai contoh, berjemur di sinar
matahari secara berlebihan akan meningkatkan resiko kanker kulit, dan berat
badan yang berlebihan akan meningkatkan resiko penyakit kardiovaskuler. Mokdad,
et al. (2004) mengidentifikasi faktor resiko tingkah laku yang dimodifikasi
sebagai penyebab kematian utama di amerika serikat.
Analisis mereka menunjukkan bahwa
walaupun merokok adalah penyebab utama kematian, diet buruk dan kurangnya
aktivitas fisik dapat menggantikan posisi ini. Data ini menekankan pentingnya
layanan pencegahan. Informasi ini juga memperlihatkan dampak yang besar pada
ekonomi dari sistem layanan kesehatan. Oleh karena itu, sangat penting untuk
memahami dampak tingkah laku gaya hidup terhadap status kesehatan.
v Stres
Stres merupakan faktor risiko gaya
hidup jika ia cukup berat atau
berkepanjangan atau jika individu tersebut tidak dapat mengatasi suatu kejadian
hidupnya secara adekuat. Stres mengancam kesehatan mental (stres emosional) dan
juga kesejahteraan fisik (stres fisiologis). Keduanya dapat berperan terhadap
timbulnya penyakit dan mempengaruhi kemampuan beradaptasi terhadap perubahan
yang berkaitan dengan penyakit dan juga kemampuan untuk bertahan dari penyakit
yang mengancam jiwa.
Stres juga mengganggu aktivitas promosi
kesehatan dan kemampuan untuk menerapkan modifikasi gaya hidup yang dibutuhkan.
Stres juga mengancam kesejahteraan fisik dan dihubungkan dengan penyakit
seperti penyakit jantung, kanker, dan kelainan gastrointestinal.
v Jender
Kemampuan hormon-hormon seks untuk
memodulasi imunitas telah diketahui dengan baik. Ada bukti yang menunjukkan
bahwa estrogen memodulasi aktivitas limfosit T sementara androgen berfungsi
untuk mempertahankan produksi interleukin-2 (IL-2) dan aktivitas sel supresor.
Efek hormon seks pada sel-sel B tidak begitu menonjol.
Estrogen akan mengaktifkan populasi sel B yang
berkaitan dengan autoimun yang mengekspresikan marker CD5 (marker antigenik
pada sel B). Estrogen cenderung menggalakkan imunitas sementara androgen
bersifat imunosupresif. Umumnya penyakit autoimun lebih sering dijumpai pada
wanita ketimbang pada laki-laki.
v Nutrisi
Nutrisi yang adekuat sangat esensial
untuk mencapai fungsi sistem imun yang optimal. Gangguan fungsi imun yang
disebabkan oleh defisiensi protein-kalori dapat terjadi akibat kekurangan
vitamin yang diperlukan untuk sintesis DNA dan protein. Vitamin juga membantu
dalam pengaturan proliferasi sel dan maturasi sel-sel imun.
Kelebihan atau kekurangan unsur-unsur
renik atau trace element (yaitu, tembaga, besi, mangaan, selenium atau zink)
dalam makanan umumnya akan mensupresi fungsi imun. Asam-asam lemak merupakan
unsur pembangun (building blocks) yang membentuk komponen struktural membran
sel. Lipid merupakan prekursor vitamin A, D, E dan K di samping prekursor
kolesterol. Baik kelebihan maupun kekurangan asam lemak ternyata akan
mensupresi fungsi imun.
Deplesi simpanan protein tubuh akan
mengakibatkan atrofi jaringan limfosit, depresi respon antibodi, penurunan
jumlah sel T yang beredar dan gangguan fungsi fagositik. Sebagai akibatnya,
kerentanan akibat infeksi sangat meningkat. Selama periode infeksi dan sakit
yang serius terjadi peningkatan kebutuhan nutrisi yang potensial untuk
menimbulkan deplesi protein, asam lemak, vitamin, serta unsur-unsur renik dan
bahkan menyebabkan resiko terganggunya repon imun serta terjadinya sepsis yang
lebih besar.
v Faktor-faktor
psikoneuro-imunologik
Bukti dari hasil observasi klinik dan
berbagai penelitian pada manusia serta hewan menunjukkan bahwa respons imun
secara parsial di atur dan dimodulasi oleh pengaruh neuroendrokrin (Terr,
1991). Limfosit dan makrofag memilki reseptor yang dapat bereaksi terhadap
neorotranmiter serta hormon-hormon endokrin. Limfosit dapat memproduksi dan
mensekresikan ACTH serta senyawa-senyawa yang mirip endorfin. Neuron dalam
otak, khususnya dalam hipotalamus dapat mengenali prostagladin, interferon dan
interleukin disamping histamin dan serotomin yang dilepaskan selama proses
inflamasi. Sebagaimana semua sistem biologik lainnya yang berfungsi untuk
kepentingan homeostasis, sistem imun di integrasikan dengan berbagai proses
psikofisiologik lainnya dan di atur serta dimodulasi oleh otak.
Di lain pihak, proses imun ternyata
dapat mempengaruhi fungsi neura dan endokrin, termasuk perilaku. Jadi,
interaksi sistem saraf dan sistem imun tampaknya bersifat dua arah. Semakin
banyak bukti menunjukkan bahwa parameter sistem imun yang bisa di ukur dapat
dipengaruhi oleh strategi biobehavioral yang melibatkan self-regulation. Contoh
strategi ini meliputi teknik-teknik relaksasi serta imajinasi, biofeedback,
humor, hipnosis dan kondisioning.
v Kelainan
organ yang lain
Keadaan seperti luka bakar atau bentuk
cedera lain, infeksi dan kanker dapat turut mengubah fungsi sistem imun. Luka
bakar yang luas atau faktor-faktor lainnya menyebabkan gangguan integritas
kulit dan akan mengganggu garis pertama pertahanan tubuh. Hilangnya serum dalam
jumlah yang besar dalam luka bakar akan menimbulkan deplesi protein tubuh yang
esensial, termasuk imunoglobulin. Stresor fisiologik dan psikologik yang
disertai dengan stres karena pembedahan atau cedera akan mebstimulasi pelepasan
kortisor dari korteks andrenal; peningkatan kortisolserum juga turut
menyebabkan supresi respon imun yang normal.
Keadaan sakit yang kronis dapat turut
mengganggu sistem imun melalui sejumlah cara. Kegagalan ginjal berkaitan dengan
defisiensi limfosit yang beredar. Disamping itu, fungsi imun untuk pertahanan
tubuh dapat berubah karena asidosis dan toksin urenik. Peningkatan insidensi
infeksi pada deabetes juga berkaitan dengan insufisiensi vaskuler, neuropati
dan pengendalian kadar glukosa darah yang buruk. Infeksi saluran nafas yang
rekuren berkaitan dengan penyakit paru obstruktif menahun sebagai akibat dari
berubahnya fungsi inspirasi serta ekspirasi dan tidak efektifnya pembersihan
saluran nafas.
v Penyakit
kanker
Imunosupresi turut menyebabkan
terjadinya penyakit kanker. Namun, penyakit kanker sendiri bersifat
imunosupresif. Tumor yang besar dapat melepaskan antigen ke dalam darah;
antigen ini akan mengikat antibodi yang beredar dan mencegah antibodi tersebut
agar tidak menyebar sel-sel tumor. Lebih lanjut, sel-sel tumor dapat memiliki
faktor penghambat yang khusus yang menyalut sel-sel tumor dan mencegah
penghancurannya oleh limfost T killer. Dalam stadium awal pertumbuhan tumor,
tubuh tidak mampu mengenali antigen tumor sebagi unsur yang asing dan selanjutnya
tidak mampu memulai destruksi sel-sel yang malingnan tersebut. Kanker darah
seperti Leukimia dan limfoma berkaitan dengan berubahnya produksi serta fungsi
sel darah putih dan limfosit.
v Obat-obatan
Obat-obatan tertentu dapat menyebabkan
perubahan yang dikehendaki maupun yang tidak dikehendaki pada fungsi sistem
imun. Ada empat klasifi
kasi obat utama yang memiliki potensi
untuk menyebabkan imunosupresi: antibiotik, kosteroid, obat-obat anti-inflasi
non steroid (NSAID: nonsteroidal antiinflammatory drugs) dan preparatsitotoksit.
Penggunaan preparat ini bagi keperluan terapeutik memerlukan upaya untuk
mencari keseimbangan yang sangat tipis antara manfaat terapi dan supresi sistem
pertahanan tubuh resipien yang berbahaya.
v Radiasi
Terapi radiasi dapat digunakan dalam
pengobatan penyakit kanker atau pencegahan rejeksi alograft. Radiasi akan
menghancurkan limfosik dan menurunkan populasi sel yang diturunkan untuk
menggantikannya. Ukuran atau luas daerah yang akan disinari menentukan taraf
imunosupresi. Radiasi seluruh tubuh dapat mengakibatkan imonusupensi total pada
orang yang menerimanya.
v
Metabolik
Hormon tertentu nyata dapat mempengaruhi
respons imun tubuh. Misalnya:
hipoadrenalis dan hipotiroidisme akan mengakibatkan menurunnya daya tahan
terhadap inteksi. Orang dengan pengobatan steroid mudah mendapatkan infeksi
bakteri maupun virus. Steroid tersebut mempunyai khasiat menghambat
fagositasis, produksi antibodi dan menghambat proses radang.
Golongan hormon steroid yaitu hormon kelamin
seperti androgen, estrogen dan progesteron.
Diduga merupakan faktor pengubah terhadap
respons imun yang tercermin adanya perbedaan jumlah penderita antara laki-laki
dan wanita yang mengindap penyakit imun
tertentu.
v
Anatomis
Garis pertahanan pertama dalam menghadapi
invasi mikroba biasanya terdapat pada kulit dan selaput lendir yang melapisi
permukaan dalam tubuh. Struktur jaringan tsb sebagai imunitas alamiah dengan
menyediakan suatu rintangan fisik yang efektif. Kulit lebih efektif daripada
selaput lendir. Kerusasakan pada permukaan kulit atau selaput lendir,
seseorang mudah teriangkit penyakit.
v
Mikrobial
Mikroba yang tidak
patogen pada permukaan tubuh baik di luar ataupun di dalam tubuh, akan
mempengaruhi sistem imun. Misalnya bakteri tersebut dibutuhkan untuk produksi
"natural antibody". Flora yang tumbuh pada tubuh dapat kulit membantu
menghambat pertumbuhan kuman patogen. Pengobatan dengan antibiotika dapat
mematikan norma flora yang sehingga sebaliknya dapat menyuburkan pertumbuhan
bakteri patogen.
Mekanisme
pertahanan tubuh
Mekanisme pertahanan tubuh
terdiri atas mekanisme pertahanan spesifik dan mekanisme pertahanan non
spesifik.
1.
Mekanisme pertahanan tubuh
spesifik atau disebut juga komponen adaptif
Imunitas didapat adalah
mekanisme pertahanan yang ditujukan khusus terhadap satu jenis antigen, karena
itu tidak dapat berperan terhadap antigen jenis lain. Bedanya dengan pertahanan
tubuh non spesifik adalah bahwa pertahanan tubuh spesifik harus kontak atau
ditimbulkan terlebih dahulu oleh antigen tertentu, baru ia akan terbentuk.
Sedangkan pertahanan tubuh non spesifik sudah ada sebelum ia kontak dengan
antigen. Bila pertahanan non spesifik belum dapat mengatasi invasi
mikroorganisme maka imunitas spesifik akan terangsang.
Mekanisme pertahanan
spesifik adalah mekanisme pertahanan yang diperankan oleh sel limfosit, dengan
atau tanpa bantuan komponen sistem imun lainnya seperti sel makrofag dan
komplemen. Dilihat dari caranya diperoleh maka mekanisme pertahanan spesifik
disebut juga respons imun didapat. Imunitas spesifik hanya ditujukan terhadap
antigen tertentu yaitu antigen yang merupakan ligannya.
Di samping itu, respons
imun spesifik juga menimbulkan memori imunologis yang akan cepat bereaksi bila
host terpajan lagi dengan antigen yang sama di kemudian hari. Pada imunitas
didapat, akan terbentuk antibodi dan limfosit efektor yang spesifik terhadap
antigen yang merangsangnya, sehingga terjadi eliminasi antigen.
Sel yang berperan dalam
imunitas didapat ini adalah sel yang mempresentasikan antigen (APC = antigen presenting cell = makrofag)
sel limfosit T dan sel limfosit B. Sel limfosit T dan limfosit B masing-masing
berperan pada imunitas selular dan imunitas humoral. Sel limfosit T akan
meregulasi respons imun dan melisis sel target yang dihuni antigen.
Sel limfosit B akan
berdiferensiasi menjadi sel plasma dan memproduksi antibodi yang akan
menetralkan atau meningkatkan fagositosis antigen dan lisis antigen oleh
komplemen, serta meningkatkan sitotoksisitas sel yang mengandung antigen yang
dinamakan proses antibody
dependent cell mediated cytotoxicy (ADCC).
Imunitas selular
Imunitas selular adalah
imunitas yang diperankan oleh limfosit T dengan atau tanpa bantuan komponen
sistem imun lainnya. Limfosit T adalah limfosit yang berasal dari sel
pluripotensial yang pada embrio terdapat pada yolk sac; kemudian pada hati dan limpa, lalu pada sumsum tulang.
Dalam perkembangannya sel pluripotensial yang akan menjadi limfosit T
memerlukan lingkungan timus untuk menjadi limfosit T matur.
Di dalam timus, sel
prekusor limfosit T akan mengekspresikan molekul tertentu pada permukaan
membrannya yang akan menjadi ciri limfosit T. Molekul-molekul pada permukaan
membran ini dinamakan juga petanda permukaan atau surface marker, dan dapat dideteksi oleh antibodi monoklonal
yang oleh WHO diberi nama dengan huruf CD, artinya cluster of differentiation.
Secara garis besar,
limfosit T yang meninggalkan timus dan masuk ke darah perifer (limfosit T
matur) terdiri atas limfosit T dengan petanda permukaan molekul CD4 dan
limfosit T dengan petanda permukaan molekul CD8. Sel limfosit CD4 sering juga
dinamakan sel T4 dan sel limfosit CD8 dinamakan sel T8 (bila antibodi
monoklonal yang dipakai adalah keluaran Coulter Elektronics).
Di samping munculnya
petanda permukaan, di dalam timus juga terjadi penataan kembali gen (gene rearrangement) untuk nantinya
dapat memproduksi molekul yang merupakan reseptor antigen dari sel limfosit T
(TCR). Jadi pada waktu meninggalkan timus, setiap limfosit T sudah
memperlihatkan reseptor terhadap antigen diri (self antigen) biasanya mengalami aborsi dalam timus sehingga
umumnya limfosit yang keluar dari timus tidak bereaksi terhadap antigen diri.
Secara fungsional, sel
limfosit T dibagi atas limfosit T regulator dan limfosit T efektor. Limfosit T
regulator terdiri atas limfosit T penolong (Th = CD4) yang akan menolong
meningkatkan aktivasi sel imunokompeten lainnya, dan limfosit T penekan (Ts =
CD8) yang akan menekan aktivasi sel imunokompeten lainnya bila antigen mulai
tereliminasi. Sedangkan limfosit T efektor terdiri atas limfosit T sitotoksik
(Tc = CD8) yang melisis sel target, dan limfosit T yang berperan pada
hipersensitivitas lambat (Td = CD4) yang merekrut sel radang ke tempat antigen
berada.
2.
Mekanisme pertahanan non
spesifik (disebut juga komponen nonadapti / innate atau imunitas alamiah)
Artinya mekanisme
pertahanan yang tidak ditujukan hanya untuk satu jenis antigen, tetapi untuk
berbagai macam antigen. Imunitas alamiah sudah ada sejak bayi lahir dan terdiri
atas berbagai macam elemen non spesifik. Jadi bukan merupakan pertahanan khusus
untuk antigen tertentu.
Dilihat dari caranya
diperoleh, mekanisme pertahanan non spesifik disebut juga respons imun alamiah.
Yang merupakan mekanisme pertahanan non spesifik tubuh kita adalah kulit dengan
kelenjarnya, lapisan mukosa dengan enzimnya, serta kelenjar lain dengan
enzimnya seperti kelenjar air mata. Demikian pula sel fagosit (sel makrofag,
monosit, polimorfonuklear) dan komplemen merupakan komponen mekanisme
pertahanan non spesifik.
Ø Permukaan tubuh, mukosa dan kulit
Permukaan tubuh merupakan
pertahanan pertama terhadap penetrasi mikroorganisme. Bila penetrasi
mikroorganisme terjadi juga, maka mikroorganisme yang masuk akan berjumpa
dengan pelbagai elemen lain dari sistem imunitas alamiah.
Ø Kelenjar dengan enzim dan silia yang ada pada
mukosa dan kulit
Produk kelenjar menghambat
penetrasi mikroorganisme, demikian pula silia pada mukosa. Enzim seperti
lisozim dapat pula merusak dinding sel mikroorganisme.
Ø Komplemen dan makrofag
Jalur alternatif komplemen
dapat diaktivasi oleh berbagai macam bakteri secara langsung sehingga eliminasi
terjadi melalui proses lisis atau fagositosis oleh makrofag atau leukosit yang
distimulasi oleh opsonin dan zat kemotaktik, karena sel-sel ini mempunyai
reseptor untuk komponen komplemen (C3b) dan reseptor kemotaktik. Zat kemotaktik
akan memanggil sel monosit dan polimorfonuklear ke tempat mikroorganisme dan
memfagositnya.
Ø Protein fase akut
Protein fase akut adalah
protein plasma yang dibentuk tubuh akibat adanya kerusakan jaringan. Hati
merupakan tempat utama sintesis protein fase akut. C-reactive protein (CRP) merupakan salah satu protein fase
akut. Dinamakan CRP oleh karena pertama kali protein khas ini dikenal karena
sifatnya yang dapat mengikat protein C dari pneumokok. Interaksi CRP ini juga
akan mengaktivasi komplemen jalur alternatif yang akan melisis antigen.
Ø Sel ‘natural killer’ (NK) dan interferon
Sel NK adalah sel limfosit
yang dapat membunuh sel yang dihuni virus atau sel tumor. Interferon adalah zat
yang diproduksi oleh sel leukosit dan sel yang terinfeksi virus, yang bersifat
dapat menghambat replikasi virus di dalam sel dan meningkatkan aktivasi sel NK.
Faktor yang Menyebabkan Sistem Pertahanan Tubuh
menjadi Lemah
- Makanan yang Kita Makan: Asupan
makanan yang buruk dalam waktu yang lama dapat melemahkan sistem kekebalan
tubuh. Makanan dengan bahan kimia tambahan, pestisida, dan pengawet dapat
merusak sistem kekebalan tubuh dan dapat menyebabkan berbagai penyakit kronis.
Kekurangan nutrisi juga dapat membuat sistem kekebalan tubuh kita lemah.
- Konsumsi Gula yang Kelebihan:
Gula yang dibicarakan disini adalah gula kristal rafinasi yang merupakan gula
hasil pemurnian sehingga tidak lagi mengandung vitamin dan mineral, hanya
sukrosa saja. Gula jenis ini banyak diteliti membahayakan bagi kesehatan,
dampaknya adalah mengurangi kemampuan sel darah putih untuk membunuh
kuman. Konsumsi yang tinggi akan memberikan efek buruk pada sistem kekebalan
tubuh.
- Alkohol yang Berlebihan: Minum
minuman beralkohol secara berlebihan dapat merusak sistem kekebalan tubuh. Sama
seperti gula, terlalu banyak alkohol dapat mengurangi kemampuan sel darah putih
untuk membunuh kuman. Dosis alkohol yang tinggi membuat tubuh kekurangan gizi
secara keseluruhan, sehingga merusak kekebalan tubuh.
- Kurang Tidur: Tidur yang baik
sangat penting bagi tubuh kita untuk mengembalikan energi. Tidur membantu untuk
membangun kembali sistem kekebalan tubuh. Tanpa tidur yang cukup, sistem
kekebalan tubuh menjadi lemah karena tidak mendapatkan kesempatan untuk
membangun kembali.
- Stres: Stres menekan fungsi
sistem kekebalan tubuh. Stres jangka panjang sangat buruk bagi sistem kekebalan
tubuh. Penelitian menunjukkan bahwa stres kronis menurunkan jumlah sel darah
putih.
- Dehidrasi: Dehidrasi berarti
tubuh kekurangan cairan. Dehidrasi dapat menyebabkan masalah medis. Untuk
bekerja, sistem kekebalan tubuh kita membutuhkan jumlah air yang cukup.
- Obat: Terlalu sering
menggunakan obat yang diresepkan atau non-resep dapat merusak sistem kekebalan
tubuh. Obat adalah racun utama yang kita masukkan ke dalam tubuh kita. Bahkan,
penggunaan antibiotik dalam jangka panjang dapat melemahkan sistem kekebalan
tubuh.
- Eksposur Radiasi: Paparan zat
Kimia, sinar UV, dan paparan radiasi, hal-hal tersebut dapat merusak sistem
kekebalan tubuh.
- Gaya Hidup yang higienis:
Kebersihan yang baik sangat penting untuk mempertahankan sistem kekebalan yang
kuat. Terlalu banyak terpapar kuman mungkin dapat membuat tubuh menjadi stress
karena melewati batas yang bisa dihadapi oleh tubuh. Kehidupan yang higienis
adalah cara terbaik untuk menghindari infeksi dan menjaga sistem kekebalan yang
kuat.
- Tidak Aktif atau Jarang
Berolahraga: Olah raga sangat penting untuk menjaga sistem kekebalan tubuh yang
baik. Latihan membantu untuk meningkatkan aliran darah yang membantu
membersihkan tubuh dari racun tertentu dan produk-produk limbah. Kurang
olahraga memperlambat proses ini dan itu menghasilkan sistem kekebalan tubuh
yang lemah. Obesitas juga dapat menyebabkan sistem kekebalan tubuh yang lemah.